- Back to Home »
- Makalah »
- Dirasah Islamiyah
Posted by : Unknown
Senin, 08 September 2014
A. PENDAHULUAN
Setiap yang hidup pasti akan
mengalami kematian. Sebagai mana dualitas kehidupan yaitu kelahiran dan
kematian. Tentu kita selalu hidup dalam kedualitasan, ada panas dan dingin, ada
suka dan duka, ada gelap dan terang. Sama halnya dengan kehidupan, ia mempunyai
dualitas antara kelahiran dan kematian. Karena setiap yang dilahirkan maka
suatu saat pasti akan mengalami kematian.
Tidak terkecuali manusia, ia
dilahirkan dan tidak akan kekal hidup dimuka bumi ini karena setiap manusia
pasti akan dijemput maut, akan mati. Keabadian hanya milik Allah. Sejak manusia
pertama diciptakan, adam hingga manusia masa kini dan yang akan datang, setiap
yang hidup, setiap yang berjiwa pasti akan megalami berpisahnya badan dengan
jiwa, mati.
Kedatanganya pun tidak ada
yang tahu, kematian adalah murni rahasia Allah ketika Allah memerintahkan
malaikat izrail untuk menyabut nyawa seseorang maka pengetahuan manusia yang
paling modern pun tidak akan ada yang sanggup menghentikan langkahnya. Karena
persoalan ini telah ditentukan dan berada dalam kekuasaan Allah. Persoalan ini
betul-betul Allah sendiri yang menghendaki. Sebaliknya, manusia tidak bisa
menginginkan kehidupan segera berakhir. Tidak ada kekuatan dan pengetahuan,
selain dia yang mampu mempercepat atau memperlambat kematian.
Banyak cerita mengenai
kematian, diantaranya detik-detik jelang ajal menjemput ada yang menyatakan
bahwa orang yang akan meninggal dunia, terlebih dahulu mengalami kejan-kejang
dengan mata melotot. Setelah kejang-kejang berhenti berakhir pula hidupnya.
B.
RUMUSAN
MASALAH
Dari beberapa latar belakang permasalahn yang telah
dipaparkan diatas, maka kita dapat mengambil beberapa poin permasalahan,
diantaranya:
1) Hakikat
kematian
2) Sakaratul
maut
3) Khusnul
khatimah
4) Su’ul
khatimah
C.
PEMBAHASAN
1)
HAKIKAT
KEMATIAN
Sebelum membahas kematian, sebaiknya kita perlu tegaskan lagi
mengenai pengertian kehidupan menurut Allah. Yang dimaksud kehidupan bukanlah
kehidupan didunia ini, tapi kehidupan diakhirat nanti. Itulah kehidupan yang
kekal. Mengapa kekal? Karena Allah menciptakan manusia ini memang untuk hidup
kekal.
Penentuan
sifat eternal(kekal) itu sudah diberikan Allah ketika manusia berada pada awal
kejadian, yakni ketika ruh ditiupkan dalam jasad manusia. Jadi, setiap manusia
yang lahir ke dunia ini hakikatnya akan hidup kekal, yakni hidup disurga atau
neraka. Termasuk anak kecil yang meninggal dalam usia dini, ia akan
dibangkitkan dan kekal hidup didalam surga, bahkan dia akan menuntun ke dua
orang tuanya masuk ke dalam surga.
Karena secara hakikat manusia itu bersifat eternal, maka ia
kan hidup didunia ini beberapa hari atau beberapa tahun saja. Selanjutnya ia
akan mati dan di bangkitkan kembali. Setelah masa kebangkitan inilah manusia
akan mengalami hidup kekal, yakni kehidupan akhirat. Pada saat itu nasib manusia
sangat di tentukan oleh amal dan perbuatanya(waktu didunia), apakah ia termasuk
orang taat atau membangkang terhadap ajaran-ajaran Allah. Jika taat (mukmin),
ia kan mendapatkan kehidupan penuh nikmat, sedangkan jika membangkang (kafir),
ia akan mendapatkan kehidupan penuh siksa dan kesengsaraan. Dalam surat Al
Ankabuut 64 bahwa sesungguhnya akhirat itulah kehidupan yang sebenarnya, kalau
mereka mengetahui. [1]
Ada orang yang mengatakan bahwa sesungguhnya seluruh makhluk
pasti akan mengalami tekanan-tekanan sakaratul maut. Itu benar adanya. Tetapi,
dalam hal ini ada perbedaan dan pertimbangan –pertimbangan tertentu. Alllah
selaku satu-satunya zat yang tidak akan fana berhak untuk memberikan rasa
kematian yang berbeda-beda diantara seluruh makhluk-Nya, sesuai dengan
kedudukan dan derajat mereka. Sebagian ialah makhluk tingkat rendahan, baik
manusia maupun bukan manusia, dan sebagian lagi makhluk tingkat atas yang
selalu memperoleh keridhaan Allah. Semua pasti akan meneguk gelas kematian,
sebagaimana firman Allah dalam surah Ali Imran ayat 185, “setiap yang bernyawa itu mengalami kematian.”[2]
Menurut Ibnu Qasi’, ada orang yang begitu gampang mengalami
kematian, yaitu ketika sedang tidur tiba-tiba nyawanya dicabut oleh sang
malaikat, seperti yang terjadi pada orang-orang saleh tertentu. Sangat boleh
jadi hal itu tidak dapat dijangkau oleh akal manusia sebab, katanya satu
sumbatan saja dalam kerongkongan sakitnya sudah melebihi ditebas pedang seribu
kali. Tetapi itulah rahasia kuasa Allah yang tidak mungkin dapat dikenali
secara mutlak.
Dalam
merasakan kematian, juga berbeda-beda antara satu golongan manusia dengan
manusia yang lain. Kematian yang dirasakan oleh golongan atau umat islam
berbeda dengan kematian yang dirasakn oleh selain umat islam. Dikalngan umat
islam sendiri perbedaan itu juga berlaku. Artinya, kematian yang dirasakan oleh
para nabi berbeda dengan kematian yang dirasakan oleh yang bukan nabi. Bahkan,
perbedaan dalam merasakan kematian tersebut juga berlaku dikalangan para nabi
sendiri, sesuai dengan derajat dan maqam mereka disisi Allah.[3]
2)
SAKARATUL
MAUT
Sudah disebutkan dalam
sebuah hadist dari jabir bin abdullah bahwa Rasulullah SAW bersabda: “janganlah
kamu mengharap-harap kematian, karena huru-hara kematian itu sangat dahsyat.”
Adalah saat yang pailing
menentukan: saat yang paling kritis bagi iman seseorang sebelum nyawa dicabut,
setan datang dan terus mengganggu. Ia
akan menggambarkan keindahan dunia agar manusia lupa kepada Allah.
Umar shahab menganalogikan
kondisi sakaratul maut dengan saat injury time dalam pertandingan sepak bola.
Dimana kalau sudah tiba saat injury time, lawan yang kalah memberikan
perlawanan dan penekanan yang bertubi-tubi. Bagaimana caranya bisa menggolkan
pada detik-detik terakhir. Setanpun seperti itu pada detik-detik terakhir dia
berjuang keras agar manusia lupa kepada Allah. Keadaan seperti ini disebut
‘adilah. Artinya, masa transisi dari kehidupan dunia ke kehidupan akhirat
nanti.[4]
Ketahuilah, sesungguhnya
kepedihan luar biasa yang dirasakan dalam sakaratul maut tidak ada yang
mengetahuinya, kecuali oleh orang yang merasakannya. Bagi orang yang belum
pernah merasakannya, ia hanya tahu dari menyamakan atau membandingkan dengan
kepedihan-kepedihan yang pernah dirasakannya atau dengan membandingkannya
dengan keadaan-keadaan orang mati ketika ia menyaksikan. Tentang upaya
menyamakan tadi, hanya dengan meyakini bahwa diantara penderitaan-penderitaan
yang dialami oleh roh=roh itu hanya sebagian kecil saja. Padahal kematian itu
sebuah kepedihan yang menimpa roh dan kedaasyatannya sangat terasa diseluruh
anggota tubuh. Sungguh, itu adalah kepedihan yang luar biasa. Coba engkau lihat
api ketika membakar tubuh. Tentu sakitnya luar biasa, karena rasa sakit
tersebut juga dirasakan oleh bagian-bagian roh. Jika teriakan dan suaranya
terputus, itu disebabkan terlalu pedihnya. Sebab, rasa sakit telah naik ke
hatinya dan dirasakan oleh seluruh anggota tubuhnya. Akibatnya, seluruh
kekuatan dan setiap anggota tubuh menjadi lemah tak berdaya. Bahkan kekuatan
untuk meminta tolonng pun menjadi sirna.
Akal seseorang di sumbat
serta digoyahkan oleh sakaratul maut, lidah dibungkamnya dan kaki serta tangan
dilumpuhkannya. Ia berharap sekiranya dapat beristirahat barang sekejap untuk
bisa mengaduh, menjerit dan meminta pertolongan. Tetapi, semua itu tidak bisa
ia lakukan. Kalau saja masih ada sia-sia kekuatan yang dimilikinya, maka itu
hanya kekuatan mendengkur didalam tenggorokan dan dadanya. Warna mukanya telah
berubah pucat pasi dan menjadi kelabu, hingga seakan-akan seperti warna tanah
yang merupakan asal fitrahnya.[5]
Selanjutnya nyawa dicabut
dari setiap uratnya. Lalu setiap anggota tubuhnya satu demi satu mengalami kematian secara
berangsur-angsur. Mula-mula sepasang kakinya menjadi dingin, lalu betisnya,
kemudian pahanya. Setiap anggota merasakan sakit yang luar biasa. Dan
penyesalan hanya sampai ditenggorokan. Pada saat itu terputuslah pandangannya
dari dunia berikut penghuninya. Lalu pintu taubat pun tertutup di depannya.
Nabi saw, bersabda, “Taubat seorang hamba masih diterima sebelum nyawa sampai
tenggorokan”.[6]
3)
KHUSNUL KHATIMAH
Sungguh beruntung mereka yang rajin
tahajud . Allah sang kekasih tercinta siap mengajaknya berkelana menuju lorong
– lorong cinta nan menggairahkan , dan menyiapkan kamar
surga untuknya.dalam sebuah hadist diriwayatkan oleh hr.hakim:
“Duhai
manusia , beri makan orang lain ,sebarkan salam ,pelihara hubungan keluarga ,
dan solatlah di malam hari ketika manusia terlelap tidur , niscaya kalian masuk
surga .”
{HR.
Hakim}
Dalam ajaran islam , setiap ritual memiliki
dimensi sosial ; itulah sebabnya , kesalehan ritual seharusnya berdampak kepada
terwujutnya kesalehan sosial seperti disabdakan kanjeng nabi di atas , terdapat
anjuran – anjuran yang saling terkait : memberi makan orang lain , menyebarkan
salam , memelihara hubungan dan tahajud .
Islam mengajarkan kepada umatnya untuk
untuk membangun solideritas sosial; salah satu bentuknya adalah memberi makan .
memberi makan tidak saja bermakna memberi sesuap nasi, tetapi juga dalam bentuk
lain . Misalnya , makanan untuk orang bodoh adalah ilmu pengetahuan ; umat
islam bisa memberinya buku untuk di baca , meluaskan kesempatan untuk belajar
melalui pendidikan formal dan non formal , dan sebagainya . Dengan makanan ilmu
pengetahuan itu umat islam telah membangun kepedulian kepada sesama sehingga
menjadi berdaya , dan mampu berkarya pula .dalam sebuah
hadist yang diriwayatkan oleh imam tirmidzi:
“Sebaik
– baik manusia adalah yang panjang umurnya serta baik pula amal
perbuatanya.”{HR. Tirmidzi}.
Dimensi sosial lain yang di serukan
adalah menyebarkan salam , maknanya adalah perdamaian . mereka yang saban hari
berucap salam tapi dalam hidupnya menebar kebencian dan dendam , berarti belum
menyelami kandungan makna salam , juga inti ajaran islam itu sendiri . perdamaian
tidak semata berbentuk ‘tidak berperang’ tetapi juga bisa di tunjukkan melalui
bentuk kerja sama dan gotong royong sosial ;perdamaian tidak melulu hanya
diserukan layaknya slogan , tetapi telah melampau dataran wacana menuju aksi
nyata yakni kebersamaan untuk menyelesaikan setiap masalah yang muncul . itulah
sebabnya , mengapa kanjeng nabi meminta umatnya untuk menjaga hubungan dengan
sesama : jangan ada dusta dan kebencian diantara kita ! Sekedar
tersenyum saat berjumpa dengan sesama pun sudah dianggap sedekah dengan
ganjaran melimpah .ada sebuah hadist yaitu:
“Senyum
mu kepada saudaramu adalah sedekah . kamu menyuruh berbuat makruf ,dan mencegah
yang mungkar adalah sedekah .Menunjukkan jalan kepada orang yang tersesat juga
sedekah dan menyingkirkan batu atau duri dan tulang di jalan adalah sedekah
.”{Al-Hadis}.
Ditengah itu semua ,tahajud akan
mendanpingi langkah hidup kita menuju kecerdasan sosial ; dengan tahajut kita
dapat berfikir bahwa esok hari kita akan hidup berdanpingan dengan tetangga ,
teman kerja , juga sobat sepermainan . Mereka tidak hanya sewarna
latarbelakangnya dengan kita tetapi dari beragam corak . Lewat tahajut kita
akan berfikir bahwa kehidupan sosial kian indah bila keragaman dijaga dan
dikelola , bukan dimanipulasi untuk kepentingan seglintir manusia . Tahajudjuga
akan mengawal kita untuk lebih peduli kepada penderitaan sesama ; Kemiskinan
dan kebodohan adalah penderitaan paling akut dalam kehidupan masyarakat kita
saat ini . Mereka yang rajin tahajut , akan menghadirkan dalam dirinya tekat
untuk mengabdi kemasyarakat dengan cara merintis berbagai kemungkinan jalan
keluar mengatasi kemiskinan dan kebodohan itu.
4) SU’UL
KHATIMAH
Diriwayatkan
oleh Muslim dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah bersabda, “ sesungguhnya ada
seseorang yang cukup lama melakukan amalan penduduk surga. Tetapi, ia
mengakhiri amalanya dengan amalan penduduk neraka. Dan, sesungguhnya ada
seseorang yang cukup lama melakukan amalan penduduk neraka. Tetapi, ia
mengakhiri amalnya dengan amalan penduduk surga.”[7]
Disebut
dalam Shahih Bukhori sebuah hadist
bersumber dari Sahal bin Sa’ad bahwa Nabi saw bersabda, “ Sesungguhnya ada seorang hamba yang selalu melakukan amalan penduduk
neraka, tetapi kemudian ia termasuk penduduk surga. Dan, ada seorang hamba yang
selalu melakukan amalan penduduk surga, tetapi kemudian ia termasuk penduduk
neraka, karena amalan itu diperhitungkan pada bagian akhirnya.”
Abu
mMuhammad alias Abdul Haq berkata,” Ketahuilah sesungguhnya su’ul khatimah
(akhir kehidupan yang buruk) itu tidak akan menimpa orang yang bersikap
istiqomah lahir batin. Hal itu sama
sekali tidak pernah terdengar. Tetapi, su’ul khatimah menimpa orang yang
akalnya rusak,atau orang yang terus-menerus melakukan dosa-dosa besar sehingga
keburu meninggal dunia sebelum bertobat. Atau menimpa orang yang semula
bersikap istiqomah, tetapi kemudian berubah menyimpang dari jalannya yang lurus
tersebut karena memilih jalan lain yang sesat. Sehingga, hal itulah yang
menyebabkan ia bernasib buruk pada bagian akhir hidupnya, misal iblis. Menurud
sebuah riwayat, selama delapan puluh ribu tahun ia selalu tekun menyembah
Allah. Atau seperti Bal’am bin Ba’ura yang dikarunia pengetahuan terhadap
ayat-ayat Allah, ia malah meninggalkan dan lebih memilih menuruti keinginan
hawa nafsunya. Atau seperti Barshisa, seorang yang rajin beribadah yang
disinggung dalam firman allah,” Bujukan
orang-orang munafik itu adalah)seperti(bujukan) setan ketika dia berkata kepada
manusia,’kafirlah’.” (al-Hasyr: 16)[8]
Dalam
hadist riwayat Ahmad dan Ibnu Syaibah, Aisyah r.a berkata, “Nabi sering berdoa
dengan mengatakan, ‘wahai Tuhan yang
membolak-balikkan hati, teguhkanlah hatiku untuk selalu taat kepada-Mu.’ Aku
pernah bertanya,’Ya Rasulullah, kenapa Anda sering berdoa dengan menggunakan doa seperti itu? Apakah Anda sedang
merasakan ketakutan?’ beliau menjawab,’tidak
ada yang membuat aku merasa aman, hai Aisyah,. Hati seluruh hamba ini berada
diantara dua jari Allah Yang Maha Memaksa. Jika mau membalikkan hati seorang
hamba-Nya, Allah tinggal membalikkannya begitu saja.”
Kata
para ulama sepanjang yang memberikan hidayah atau petunjuk adalah Allah,
sepanjang sikap istiqomah itu tergantung pada Allah, sepanjang akibat yang
terjadi tidak ada yang sanggup mengetahui selain Allah, dan sepanjang keinginan
Allah adalah segalanya, maka kamu jangan keburu mengagumi imanmu, shalatmu,
puasamu, amal-amalmu yang lain, dan seluruh pengorbananmu. Kendati pun secara
lahiriyah itu adalah hasil jerih payahmu, tetapi pada hakikatnya Tuhanmulah
yang menciptakannya. Dengan kata lain, kamu bisa melakukan itu semata-mata
karena karunia-Nya.[9]
Kalu
kamu merasa bangga dengan semua itu, kamu tak ubahnya seperti seorang yang mersa bangga atas barang milik orang lain, bukan milikmu
sendiri. Akibatnya hatimu kembali menjadi kosong dari kebajikan seperti perut
seekor unta yang sedang kelaparan. Seringkali terjadi sebuah taman yang pada
senja hari bunga-bunganya bermekaran, tetapi esok harinya semua menjadi layu
dan hancur berantakan karena disapu oleh angin yang kencang. Demikian pula pada
seorang hamba yang pada sore hari hatinya berseri-seri memancarkan cahaya
ketaatan kepada Allah, namun pada esok harinya menjadi sakit dan murung karena
durhaka kepada Allah. Itu adalah tindakan Allah yang Maha Perkasa, Maha Bijak,
Maha Mencipta dan Maha Mengetahui.[10]
KESIMPULAN
Semua pasti akan meneguk
gelas kematian, sebagaimana firman Allah dalam surah Ali imran ayat 185, “setiap yang bernyawa itu akan merasakan
kematian.” Dalam merasakan kematian, juga berbeda-beda antara satu golongan
manusia dengan manusia yang lain.
Akal seseorang disumbat
serta digoyahkan leh sakaratul maut, lidah di bungkamnya dan kai maupun tangan
dilumpuhkanya. Ia berharap sekiranya dapat beristirahat barang sekejap untuk
mengaduh, menjerit dan meminta pertolongan. Tetapi, semua itu tidak bisa ia
lakukan.
Lalu setiap anggota tubuhnya
satu demi satu mengalami kematian secara berangsur-angsur. Mula-mula sepasang
kakinya menjadi dingin, lalu betisnya, kemudian pahanya.
Setiap anggota Tetapi, su’ul khatimah menimpa orang yang akalnya rusak,atau orang
yang terus-menerus melakukan dosa-dosa besar sehingga keburu meninggal dunia
sebelum bertobat. merasakan sakit yang luar biasa.
DAFTAR PUSTAKA
v Al-Qurthuby,Iman,2009, Rahasia Kematian, Alam Akhirat, dan Kiamat,
jakarta : Akbar Media Eka Sarana
v Al-Ghozali,
Al-imam,2008,Ringkasan Ihya’ Ulumuddin,Jakarta
Timur: Akbar Media
v Musfah,
Jejen,2004,Rindu Kematian, Jakarta
Selatan: Penerbit HIkmah
[1] Prof. Dr. M. Mutawalli asy sya’rawi.
Al hayatu wal maut. gema insani press. Jakarta:1996
[2] Imam al-qurtubi. Rahasia kematian, alam
akhirat & kiamat. Akbar media eka sarana. Jakarta:2009. Hal.26
[3] Ibid.hal.27
[4] Jejen mushaf. Rindu kematian.
PT.mizan publika:jakarta. Hal 127
[5] Imam al-ghazali. Ringkasan ihya’
‘ulumuddin. Akbar media eka sarana:jakarta. Hal 439
[6] Hadist riwayat ibnu majah
[7] Imam al-qurtubi. Rahasia
kematian, alam akhirat & kiamat. Akbar media eka sarana:jakarta. Hal 82
[8] Imam al-qurtubi. Rahasia
kematian, alam akhirat & kiamat. Akbar media eka sarana:jakarta. Hal 83
[9] Imam al-qurtubi. Rahasia
kematian, alam akhirat & kiamat. Akbar media eka sarana:jakarta. Hal 84
[10] Imam al-qurtubi. Rahasia
kematian, alam akhirat & kiamat. Akbar media eka sarana:jakarta. Hal 85